
Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU), Marsekal TNI (Purn) H. Agus Supriatna, mengungkap kisah di balik penolakannya terhadap pembangunan stasiun Kereta Cepat Jakarta–Bandung di kawasan Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur.
Ia menegaskan, sejak awal proyek tersebut dianggap tidak sesuai aturan dan mengancam fungsi strategis kawasan militer Halim.
“Dulu betul-betul saya tolak, nggak boleh. Saya masih ingat pertama kali, tahu-tahu ada 5-6 orang Cina. Jangankan bahasa Indonesia, bahasa Inggris saja mereka tidak bisa. Bawa alat-alat ke Halim itu,” tutur Agus dalam kanal YouTube Anak Bangsa Channel, Kamis, 16 Oktober 2025.
Agus menceritakan, kala itu dirinya langsung memerintahkan anak buahnya untuk mengamankan para pekerja asing tersebut beserta seluruh peralatan yang dibawa ke area Halim tanpa izin.
“Saya tangkap, suruh anak buah saya tangkap, sita semua barang-barangnya. WNA semua, tanpa izin lah Pak. Kalau dengan surat izin, masa ya saya tangkap, saya sita,” ujarnya.
Agus menambahkan, para pekerja asing itu bahkan sempat akan dideportasi. Namun, ia tidak mengetahui secara pasti apakah deportasi tersebut benar-benar dilakukan.
“Ternyata mereka ada rencana dideportasi, tapi berangkatnya saya nggak nganter, soalnya. Saya juga nggak tahu deportasi bener atau tidaknya,” katanya.
Ketua Umum Forum Penyelamat Demokrasi dan Reformasi itu menilai proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung sarat masalah, terutama karena terus menimbulkan kerugian finansial setiap tahun.
“Utangnya kayak begitu bertambah tiap tahun, merugi. Kapasitas aja maksimum sampai 40 persen. Tapi DPR kan diam semua, makanya saya juga ikut diam,” ujarnya.
Agus pun menyatakan dukungannya terhadap langkah tegas Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menolak penggunaan APBN untuk menutup utang proyek kereta cepat.
“Sudah disampaikan seperti ini, menolak membayar utang kereta cepat, saya setuju sekali dengan Pak Purbaya. Dan harus terus nih, tetap komitmen dengan apa yang beliau sampaikan,” tegasnya.
Sumber: rmol