Image description
Image captions

 

Insiden bentrokan di area tambang PT Sultan Rafli Mandiri (PT SRM), Ketapang, Kalimantan Barat, pada Minggu (14/12), ternyata jauh lebih mengerikan dari sekadar keributan biasa.

Sekelompok Warga Negara Asing (WNA) asal China dengan nekat menyerang prajurit TNI menggunakan senjata berbahaya.

Kapendam XII/Tanjungpura, Kolonel Inf Yusub Dody Sandra, membeberkan kronologi yang bermula dari aktivitas mencurigakan saat prajurit Batalyon Zipur 6/SD sedang latihan.

- Drone Ilegal: Prajurit menerima laporan satpam soal drone tak dikenal di area latihan militer.

- Cek TKP: 4 Prajurit mendatangi lokasi dan menemukan 4 WNA China sedang mengendalikan drone.

- Serangan Brutal: Saat hendak dimintai keterangan baik-baik, tiba-tiba 11 WNA lain muncul, total 15 WNA langsung menyerang prajurit secara agresif.

Para WNA ini tidak menyerang dengan tangan kosong, mereka "siap tempur" dengan membawa:

- Senjata Tajam (Parang)
- Airsoft Gun
- Alat Kejut Listrik (Stun Gun)

Melihat situasi tidak berimbang dan berpotensi pertumpahan darah, prajurit TNI mengambil langkah taktis mundur ke area perusahaan untuk meredam eskalasi.

Akibat amuk massa WNA ini, 1 Mobil Hilux rusak berat dan 1 Motor Vario hancur.

Ternyata, keberadaan para WNA beringas ini berkaitan dengan sengkarut internal PT SRM.

Perusahaan tersebut telah berganti kepemilikan.

Manajemen baru yang sah tidak pernah memberikan izin kepada para Tenaga Kerja Asing (TKA) tersebut untuk beroperasi.

Artinya, keberadaan mereka di sana bisa dibilang ilegal atau tanpa restu pemilik sah.

Kabar penyerangan terhadap simbol negara (TNI) ini membuat pemerintah pusat di Jakarta geram.

Plt Dirjen Imigrasi, Yuldi Yusman, langsung mengirim tim khusus dari pusat pada Selasa (16/12/2025).

- Operasi Gabungan: Imigrasi, TNI (Kodim & Mabes), dan Polri (Polres & Polsek) bergerak menyisir lokasi.

- Hasil Tangkapan: Sebanyak 26 WNA China berhasil diciduk dan kini diamankan di Kantor Imigrasi Ketapang.

- Target: Total target sebenarnya ada 34 orang, sehingga perburuan masih berlanjut.

Kasus ini bukan lagi soal sengketa kerja, tapi sudah masuk ranah pidana berat.

Menyerang aparat militer Indonesia di tanah Indonesia dengan senjata tajam adalah tindakan yang tidak bisa ditoleransi.

Kini, nasib para "Rambo" dari China tersebut berada di ujung tanduk, yaitu penjara atau deportasi (setelah dipenjara).