Image description
Image captions

Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung tengah mempertimbangkan upaya jemput paksa terhadap mantan Staf Khusus Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim, Jurist Tan (JT).

Pertimbangan itu muncul karena Jurist Tan diduga masih berada di luar negeri, sehingga terdapat perbedaan yurisdiksi hukum antara Indonesia dan negara tempat ia berada. Apalagi, status Jurist Tan hingga kini masih sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook dalam program digitalisasi Kemendikbudristek pada 2019–2022.

"Nah terkait dengan apakah akan dilakukan upaya paksa atau tidak nah ini yang harus dikaji, karena itu tadi kan ada perbedaan yurisdiksi yang harus dipertimbangkan karena posisinya juga kan masih dipanggil sebagai saksi," kata Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar kepada awak media di Gedung Jampidsus Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (17/6/2025).

Saat disinggung soal kabar Jurist Tan masih berada di Australia, Harli menyatakan pihaknya akan melakukan pengecekan lebih lanjut.

"Nanti akan kita cek ulang lah seperti apa," ucapnya.

Diketahui, Jurist Tan telah tiga kali mangkir dari pemanggilan penyidik Jampidsus Kejagung. Ia tidak hadir dalam pemeriksaan yang dijadwalkan pada Selasa (17/6/2025), Rabu (11/6/2025), dan Selasa (3/6/2025) di Gedung Jampidsus Kejagung.

"Melalui kuasanya mengirimkan surat kepada penyidik, tidak dapat memenuhi panggilan dari penyidik untuk pemeriksaan sebagai saksi pada hari ini," ujar Harli.

Selain itu, penyidik masih mempertimbangkan permohonan dari Jurist Tan melalui kuasa hukumnya agar pemeriksaan dilakukan secara online atau di kediamannya di luar negeri.

"Dalam surat itu juga yang bersangkutan melalui kuasanya menginginkan sekiranya penyidik mempertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan secara online dan atau penyidik yang memeriksa di tempat yang bersangkutan," kata Harli.

Sementara itu, dua mantan staf khusus Mendikbudristek lainnya, Fiona Handayani dan Ibrahim Arief, telah memenuhi panggilan penyidik. Fiona hadir dalam pemeriksaan pada Selasa (10/6/2025) dan Jumat (13/6/2025), sedangkan Ibrahim hadir pada pemeriksaan ulang yang dijadwalkan Kamis (12/6/2025).

Menurut Harli, pemeriksaan terhadap ketiganya bertujuan mendalami peran mereka dalam tim teknologi penyusun kajian teknis program pendidikan. Kajian tersebut diduga diarahkan untuk memprioritaskan pengadaan laptop Chromebook yang dinilai tidak efektif, karena seharusnya menggunakan sistem operasi Windows.

“Dalam kaitan ini, penyidik terus menggali bagaimana peran yang bersangkutan terkait dalam tim teknologi. Itu yang menjadi pertanyaan bagi penyidik—bagaimana dalam kapasitas sebagai stafsus tetapi juga berkiprah memberikan masukan-masukan terkait dengan pengadaan Chromebook ini ya,” terang Harli.

Sebelumnya, penyidik telah menggeledah kediaman para mantan stafsus Mendikbudristek, termasuk apartemen milik Fiona Handayani dan Jurist Tan, pada Rabu (21/5/2025). Dari penggeledahan itu, penyidik menyita 24 barang bukti yang terdiri atas sembilan perangkat elektronik dan 15 dokumen, termasuk laptop, ponsel, dan buku agenda.

Rumah Ibrahim Arief di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan, juga turut digeledah pada Jumat (23/5/2025). Dari lokasi tersebut, penyidik menyita sejumlah barang bukti elektronik seperti laptop dan ponsel.

Ketiga mantan stafsus Mendikbudristek—Fiona, Jurist, dan Ibrahim—telah dicegah ke luar negeri terhitung sejak 4 Juni 2025.

sumber: inilah