

Dosen Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Azmi Syahputra menyebut 13 korporasi yang dituding terlibat skandal solar murah merupakan uji nyali bagi Kejaksaan Agung (Kejagung), KPK dan Polri untuk membongkarnya. Ini jelas kejahatan keuangan karena negara harus merugi Rp2,5 triliun.
Beranikah aparat penegak hukum memeriksa sejumlah pengusaha besar Boy Thohir (Adaro Group), Franky Widjaja (Sinarmas Group) hingga Djony Bunarto Tjondro (Astra Group), demi tegaknya hukum di Indonesia.
"Jika Kejaksaan, Polri dan KPK berani menuntaskan hingga ke akar korporasinya, publik akan tahu bahwa hukum tak bisa dibeli," ungkap Azmi isaat dihubungi di Jakarta, dilansir inilah.com Minggu (19/10/2025).
Ia menyebut jika Polri, Kejaksaan, dan KPK diuji komitmennya dalam menuntaskan perkara ini sampai ke akar korporasi. Agar rakyat bisa menyaksikan bahwa supremasi hukum benar-benar berdiri di atas kekuasaan ekonomi. Bukan malah sebaliknya.
Sebab, lanjut dia, perusahaan besar termasuk anak usaha grup energi dan tambang nasional, yang diduga menyalahgunakan solar subsidi, maupun menerima pasokan solar di bawah harga dasar tanpa mekanisme penetapan harga yang sah, jelas perbuatan melanggar hukum.
"Skandal ini membuktikan penyimpangan energi bukan sekadar pelanggaran teknis, tetapi pengkhianatan terhadap prinsip keadilan ekonomi rakyat," jelasnya.
Menurutnya, pola kejahatan ini tidak hanya menimbulkan kerugian keuangan negara, tetapi juga distorsi terhadap keadilan energi, karena rakyat kecil justru harus membeli BBM sesuai harga pasar.
Sementara di sisi lain, korporasi justru menikmati harga khusus yang tidak semestinya.
"Sanksi yang harus dijatuhkan tidak boleh hanya denda triliunan, sebab bagi korporasi (besar), ini hanyalah biaya operasional (cost of doing business). Bekukan izin niaga BBM dan kontrak pengadaan BBM terhadap korporasi yang terbukti terlibat sampai proses hukum selesai." ungkapnya.
Inilah 13 perusahaan yang disebut diuntungkan dari praktik tersebut:
1. PT Pamapersada Nusantara (PAMA) – Grup Astra (PT United Tractors Tbk) – Rp958,38 miliar
2. PT Berau Coal – Sinar Mas Group – Rp449,10 miliar
3. PT Bukit Makmur Mandiri Utama (BUMA) – Delta Dunia Group (DOID) – Rp264,14 miliar
4. PT Merah Putih Petroleum – PT Energi Asia Nusantara & Andita Naisjah Hanafiah – Rp256,23 miliar
5. PT Adaro Indonesia – Adaro Group (keluarga Thohir) – Rp168,51 miliar
6. PT Ganda Alam Makmur – Titan Group (kerja sama dengan LX International, Korea) – Rp127,99 miliar
7. PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITM) – Banpu Group (Thailand) – Rp85,80 miliar
8. PT Maritim Barito Perkasa – Adaro Logistics / Adaro Group – Rp66,48 miliar
9. PT Vale Indonesia Tbk – Vale S.A (Brasil) – Rp62,14 miliar
10. PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk – Heidelberg Materials AG (Jerman) – Rp42,51 miliar
11. PT Purnusa Eka Persada / PT Arara Abadi – Sinar Mas Group (APP / Sinarmas Forestry) – Rp32,11 miliar
12. PT Aneka Tambang (Antam) Tbk – BUMN (MIND ID) – Rp16,79 miliar
13. PT Nusa Halmahera Minerals (PTNHM) – PT Indotan Halmahera Bangkit & PT Antam Tbk – Rp14,06 miliar
sumber: inilah