
Mantan anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas, Fahmy Radhi mendorong Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa seluruh pengusaha yang perusahaannya terseret pusaran skandal solar murah. Apalagi, Kejagung telah menetapkan kerugian negara sebesar Rp2,5 triliun.
"Saya rasa, penyidik Kejagung harus ungkap kasus solar murah ini sampai ke akar-akarnya. Dia sudah berani tetapkan MRC (Muhammad Riza Chalid) sebagai tersangka, masak ungkap kasus ini, enggak berani," kata Fahmy dilansir Inilah.com, dikutip Rabu (22/10/2025).
Dirinya meyakini, banyak pihak yang terseret kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah periode 2018-2023 yang telah menetapkan MRC sebagai tersangka. "Saya meyakini bahwa banyak perusahaan dan elit partai yang menikmati cuan dari kejahatan ini, melalui MRC," ungkap pengamat ekonomi energi dari UGM itu.
Pandangan senada disampaikan anggota Komisi XII DPR yang membidangi sektor tambang dan migas, Syafruddin. Politikus PKB asal Kalimantan Timur (Kaltim) itu, Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memberianatensiatas perkara ini.
Dia bilang, pemberian saksi bisa dilakukan karena 13 perusahaan tersebut menikmati solar dengan harga yang ugal-ugalan murahnya. Bahkan penetapan harganya melanggar aturan yang telah ditetapkan PT Pertamina (persero).
“Mereka bukan hanya melanggar hukum, tapi merampok hak rakyat. Kalau terbukti bersalah, cabut izinnya,” sambungnya.
Dia menilai pelanggaran ini tidak bisa ditoleransi karena melibatkan perusahaan besar di sektor tambang dan energi yang sebelumnya tidak dicurigai. “Awalnya kita kira ini cuma ulah mafia migas, ternyata perusahaan tambang besar juga ikut bermain. Kita semua kaget,” ujarnya.
Kerugian Negara Rp2,5 Triliun
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan masih akan mendalami dugaan keterlibatan 13 korporasi yang memperoleh keuntungan dari skandal solar murah periode 2018-2023.
Ada 3 korporasi yang disebut meraup keuntungan besar dari skandal tersebut, yakni, PT Pama Persada Nusantara yang terafiliasi dengan Astra Group senilai Rp958,3 miliar.
Disusul PT Berau Coal anak usaha Sinarmas Group sebesar Rp449,1 miliar, dan PT Buma Rp264,1 miliar. “Masih didalami penyidik,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Anang Supriatna saat dikonfirmasi, Kamis (16/10/2025).
Saat ditanya apakah petinggi perusahaan akan dipanggil untuk mintai keterangan Anang hanya menjawab singkat. “Lihat aja nanti di persidangan,” ujarnya.
Dalam sidang korupsi minyak mentah dan BBM periode 2018-2023 yang menghadirkan mantan Dirut Pertamina Patra Niaga (PPN), Riva Siahaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (9/10/2025), terungkap 13 perusahaan yang diuntungkan dari pembelian solar yang ugal-ugalan murahnya. Alhasil negara ditaksir merugi Rp2,5 triliun.
Disebut ugal-ugalan harganya, karena harga solar nonsubsidi itu ditetapkan di bawah bottom price, serta di bawah harga pokok penjualan (HPP) PT Pertamina (Persero).
Bahkan tanpa memperhitungkan profitabilitas dan tidak mematuhi pedoman tata niaga yang diatur dalam Pedoman Pengelolaan Pemasaran BBM Industri dan Marine PT Pertamina Patra Niaga No. A02-001/PNC200000/2022-S9.
Mengejutkan. Banyak perusahaan yang selama ini kinerjanya cukup moncer, bahkan sudah listing di pasar saham, meraup cuan gede dari belanja solar yang harganya miring itu. Banyak pengusaha kakap yang menjadi pemilik perusahaan tersebut.
Sebut saja, Garibaldi 'Boy' Thohir, kakak dari Erick Thohir yang saat ini menjabat Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) itu, merupakan pemilik PT Adaro Indonesia yang menikmati cuan Rp168,52 miliar.
Satu lagi perusahaan Boy Thohir yang kebagian cuan dari skandal ini. Namanya PT Maritim Barito Perkasa, diduga untung Rp66.484.498.847 (Rp66,5 miliar). Sehingga totalnya mencapai Rp235 miliar.
Franky Widjaja, generasi kedua Sinarmas Group ikut terseret pusaran skandal, lewat PT Berau Coal. Tambang batu bara yang beroperasi di Berau, Kalimantan Timur (Kaltim) itu, disebut mengantongi cuan Rp499,1 miliar.
Masih ada satu lagi perusahaan milik Sinarmas Group. Yakni, PT Puranusa Eka Persada melalui PT Arara Abadi, perusahaan yang terafiliasi Asia Pulp & Paper (APP), bagian dari Sinarmas Group juga, ikut menikmati cuan Rp32,1 miliar. Sehingga, totalnya mencapai Rp481,2 miliar.
Dari 13 perusahaan penikmat duit solar murah itu, Astra Group selaku induk PT Pamapersada Nusantara (PAMA), mengantongi untung tertinggi. Angkanya nyaris Rp1 triliun, tepatnya Rp958,38 miliar
Saat ini, posisi Presiden Komisaris PAMA dijabat Djony Bunarto Tjondro yang juga Presiden Direktur Astra International. Sedangkan Presiden Direktur PAMA dijabat Hendra Hutahean.
Inilah 13 Perusahaan yang Disebut Mengeruk Untung dari Skandal Solar Murah:
1. PT Pamapersada Nusantara (PAMA) – Grup Astra (Astra Group/Djony Bunarto Tjondro) – Rp958,38 miliar.
2. PT Berau Coal – Sinar Mas Group – Rp449,10 miliar.
3. PT Bukit Makmur Mandiri Utama (BUMA) – Delta Dunia Group (DOID) – Rp264,14 miliar.
4. PT Merah Putih Petroleum – PT Energi Asia Nusantara & Andita Naisjah Hanafiah – Rp256,23 miliar.
5. PT Adaro Indonesia – Adaro Group (Boy Thohir) – Rp168,51 miliar.
6. PT Ganda Alam Makmur – Titan Group (kerja sama dengan LX International, Korea) – Rp127,99 miliar.
7. PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITM) – Banpu Group (Thailand) – Rp85,80 miliar.
8. PT Maritim Barito Perkasa – Adaro Logistics (Adaro Group, Boy Thohir) – Rp66,48 miliar.
9. PT Vale Indonesia Tbk – Vale S.A (Brasil) – Rp62,14 miliar.
10. PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk – Heidelberg Materials AG (Jerman) – Rp42,51 miliar.
11. PT Purnusa Eka Persada / PT Arara Abadi – Sinar Mas Group (APP / Sinarmas Forestry) – Rp32,11 miliar.
12. PT Aneka Tambang (Antam) Tbk – BUMN (MIND ID) – Rp16,79 miliar.
13. PT Nusa Halmahera Minerals (PTNHM) – PT Indotan Halmahera Bangkit & PT Antam Tbk – Rp14,06 miliar.
Sumber: inilah