Image description
Image captions

Kantor pusat Interpol di Lyon, Prancis, masih memproses pengajuan red notice terhadap dua tersangka buronan, yakni pengusaha minyak Mohammad Riza Chalid (MRC) dalam kasus tata kelola minyak mentah di Pertamina, serta mantan Staf Khusus Mendikbudristek, Jurist Tan, dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek.

Saat ini, permohonan Kejaksaan Agung melalui NCB Interpol Indonesia, Divisi Hubungan Internasional Polri, masih dikaji dalam proses peninjauan dan analisis.

“Masih di review dan assessment oleh pihak Interpol HQ,” ujar Sekretaris National Central Bureau (NCB) Interpol, Brigjen Untung Widyatmoko, saat dihubungi wartawan, dikutip Senin (3/11/2025).

Untung menjelaskan, proses permohonan red notice tersebut memakan waktu berbulan-bulan. Ia menyebut pihaknya juga sudah beberapa kali terbang ke markas pusat Interpol di Lyon untuk menindaklanjuti penerbitan red notice bagi Riza dan Jurist Tan.

Karenanya, ia meminta agar seluruh pihak bersabar menunggu proses tersebut.

“Memang (red) notice Interpol kan tidak satset. Biasanya butuh waktu beberapa bulan karena prosedurnya memang demikian,” pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, kantor pusat Interpol di Lyon, Prancis, masih memproses pengajuan red notice terhadap dua tersangka buronan, yakni pengusaha minyak Mohammad Riza Chalid (MRC) dan mantan Staf Khusus Mendikbudristek, Jurist Tan.

Lambatnya persetujuan red notice tersebut diduga karena Interpol tengah memastikan bahwa kasus itu tidak bermuatan politik.

“Sana kan mempelajari dulu seperti apa. Takutnya ini terkait dengan kepentingan politik atau apa. Ini kan enggak, ini kan murni tindak pidana,” kata Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna, melalui keterangannya kepada wartawan, Sabtu (18/10/2025).

Anang menjelaskan, dalam beberapa hari ke depan, pihak Indonesia melalui NCB Interpol Indonesia, tim penyidik Jampidsus Kejagung, serta satuan kerja lainnya dari Kementerian Luar Negeri akan memberikan penjelasan kepada kantor pusat Interpol di Lyon bahwa permohonan red notice untuk kedua tersangka tersebut murni berdasarkan proses hukum, bukan motif politik.

“Sudah, mudah-mudahan lah dalam waktu dekat ini sudah ada sejenis paparan lah dari kitanya dengan Lyon. Mudah-mudahan secepatnya lah. Iya nanti dari pihak Interpol dan juga nanti dilibatkan pihak penyidik,” jelas Anang.

Sebelumnya, Kejagung memastikan proses pengejaran terhadap Jurist Tan yang telah kabur ke luar negeri masih terus berjalan. Kejagung juga tengah menunggu persetujuan red notice untuk Mohammad Riza Chalid, yang menjadi tersangka kasus dugaan korupsi minyak mentah di Pertamina.

"Yang jelas on process, yang sepengetahuan dari kami terhadap dari NCB sudah ke Paris. Kita tunggu aja approve dari Lyon, dari Interpol pusatnya,” kata Anang kepada awak media di Kompleks Kejagung, Jakarta Selatan, Jumat (12/9/2025).

Anang menegaskan, baik Jurist Tan maupun Mohammad Riza Chalid telah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) yang ditetapkan Divisi Hubinter Polri atas permintaan Kejaksaan Agung.

“Sudah. Kalau terhadap DPO, baik yang MRC maupun JT, sudah ditetapkan DPO-nya,” ucapnya.

Adapun posisi terakhir Jurist Tan dilaporkan berada di Australia, sedangkan Riza Chalid dikabarkan berada di Malaysia.

Selain itu, Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan dua tersangka buronan tersebut, yakni eks Staf Khusus Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim, Jurist Tan (JT), dan pengusaha minyak, Mohammad Riza Chalid (MRC), kini berstatus stateless atau tidak memiliki kewarganegaraan maupun paspor Indonesia. Status tersebut terjadi setelah paspor keduanya dicabut oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi atas permintaan Kejagung.

“Sudah minta kita cabut paspornya ya (MRC). JT pun sudah kita minta cabut. Supaya stateless kan,” kata Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna, melalui keterangannya kepada awak media di Jakarta, Senin (6/10/2025).

Menurut Anang, meskipun kedua buronan tersebut kini tidak lagi memiliki kewarganegaraan Indonesia, mereka tetap dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindak pidana yang dilakukan. Jika keduanya mengubah kewarganegaraan, Kejagung akan bekerja sama dengan otoritas negara yang bersangkutan untuk membawa mereka kembali ke Indonesia dan memproses hukum.

“Tapi tindak pindananya tetap loh. Meskipun dia bisa berubah warganegara tetap. Tetap lah bisa dimintai pertanggungjawaban,” ucap Anang.